Saturday, 6 November 2010

Resensi Film Little Prince

Pada tanggal 25 Oktober 2010, saya berkesempatan untuk menonton film Little Prince. Film ini merupakan interpretasi dari sebuah novel karya Saint-Exupery pada tahun 1943. Film yang dibuat pada tahun 1974 ini mengisahkan tentang pertemuan seorang pilot dan Little Prince yang berasal dari planet lain. Pesan-pesan terselubung dari setiap adegan dan juga dialog yang menggunakan kalimat-kalimat yang begitu inspirasional merupakan kelebihan dari film ini. Hanya saja saya dibuat bosan oleh terlalu banyak musikalisasi dari plot-plot film yang menurut saya tidak begitu penting. Charm dari pesan-pesan yang terkandung dari film ini justru terlihat konyol dengan musikalisasi yang berlebihan. Tetapi saya juga menyadari bahwa film ini dibuat pada tahun 1974, perbedaan waktu mungkin mempengaruhi perbedaan pengemasan cerita karena dipengaruhi oleh selera pasar pada masa itu.

Begitu banyak pesan yang disampaikan dalam film ini. Tetapi pesan yang paling penting adalah jangan biarkan kedewasaan membuat kita berhenti bermimpi. Pada awal cerita dikisahkan si pilot yang sebenarnya mempunyai bakat menggambar saat ia kecil, tetapi karena tanggapan orang dewasa yang negatif mengenai hal tersebut, ia pun merubah cita-cita nya untuk dapat menyesuaikan diri dengan kedewasaan. Saat dewasa, si pilot tumbuh menjadi penyendiri dan tidak punya teman, sampai pada akhirnya ia bertemu dengan Little Prince yang membuka matanya untuk dapat bermimpi kembali. Ide pokok dari film ini adalah penggambaran dunia dari sudut pandang seorang anak. Dunia yang kita gambarkan sekarang selalu berhubungan dengan kekuasaan, teknologi, kekayaan material, dan lain-lain. Menjadi dewasa tidak berarti kita harus tenggelam dalam pola pikir duniawi tersebut, tujuan utama kita adalah untuk menangkap arti kehidupan yang sebenarnya. Seperti yang dikatakan oleh Fox kepada Little Prince saat mereka berpisah, “What’s essential is invisible to the eye”

Topik yang dibahas menurut saya masih relevan dengan kehidupan masa kini. Kisah ini merupakan analogi dari kehidupan masa kini yang dibutakan oleh hal-hal duniawi. Misalnya dalam perjalanan Little Prince menuju bumi, ia sempat mengunjungi 4 planet. Penghuni dari setiap planet menggambarkan secara jelas bagaimana manusia saat ini. Planet pertama dihuni oleh seorang raja yang sangat excessively-concern dengan perbatasan wilayah di planetnya yang sangat sempit, raja tersebut menggambarkan bagaimana dunia dibutakan oleh kekuasaaan. Planet kedua dihuni oleh penghitung bintang yang menggambarkan bagaimana manusia sibuk mencari kekayaan. Planet ketiga dihuni oleh seorang pustakawan yang mengaku bahwa ia adalah ahli dari semua ilmu pengetahuan, hal ini menggambarkan bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan membuat manusia semakin sombong dan tidak peduli dengan keadaaan di sekitarnya. Planet yang keempat dihuni oleh seorang tentara yang menyukai kekerasan, hal ini menggambarkan banyaknya perang yang merugikan manusia hanya untuk mempertahankan pride.

Film ini mengandung begitu banyak pesan yang berharga, sayangnya alur cerita disampaikan secara bertele-tele. Cara penyampaiannya yang ‘unik’ khususnya di bagian musikalisasi yang dilengkapi dengan tarian-tarian absurd, membuat penonton seperti saya ingin menekan tombol fast-forward ke bagian selanjutnya. Bagian-bagian absurd tersebut malah membuat saya bingung dan tidak menangkap pesan yang dimaksud. Misalnya saat Little Prince menghilang, dalam keadaan tegang tersebut si pilot malah bernyanyi sambil berlari-lari di tengah gurun Sahara untuk mencarinya. Tidak lupa perubahan wujud ular dan fox menjadi manusia yang tidak konsisten, sebentar manusia lalu tiba-tiba kembali menjadi binatang. Menurut saya adegan-adegan tersebut tidak dikemas dengan pemikiran yang matang, dan hanya membuat penonton bingung.

Dalam keutuhan pembahasan ada satu hal yang tidak dijelaskan, yaitu bagaimana Little Prince diserang oleh ular hingga sekarat. Dalam film hanya diperlihatkan Little Prince yang sudah lemas di pohon ular. Padahal di dalam bukunya, dijelaskan bahwa Little Prince sempat bernegosiasi dengan ular untuk dapat mengembalikannya ke planet asal. Tetapi syarat agar ia bisa kembali, Little Prince tidak dapat membawa serta tubuhnya. Penjelasan dari buku itu yang membuat saya akhirnya mengerti dengan perkataan Little Prince kepada si pilot sebelum ia meninggal “I will simply leaving behind a shell and there is nothing sad about shells” Sepotong adegan yang tidak ada, begitu mempengaruhi kesimpulan saya mengenai akhir cerita dalam film ini.

Menurut saya film Little Prince juga memiliki unsur-unsur praktis bagi kehidupan kita sehari-hari. Satu hal yang saya pelajari yang menurut saya berguna adalah untuk mensyukuri apa yang telah kita miliki sekarang ini. Little Prince sepanjang perjalanannya menyesali mengapa ia meninggalkan bunga yang ia cintai sendirian di planetnya. Sampai-sampai ia mengatakan pada si pilot “The only thing that I learn during the time I leave her, is I cannot live without her” Pada akhir cerita juga digambarkan bagaimana Little Prince rela mengorbankan raganya agar dapat kembali bertemu dengan bunga yang ia cintai. Hal ini mengajarkan saya untuk dapat lebih menghargai apa yang telah saya miliki sekarang seperti keluarga dan teman. Seringkali kita merindukan sesuatu yang sudah tidak kita miliki lagi, seperti Little Prince merindukan bunganya.

No comments:

Post a Comment