Sunday, 17 October 2010

Pygmalion Effect

Dalam mitologi Yunani, ada seorang raja yang juga seorang pemahat. Ia membuat patung wanita yang sangat cantik, bahkan lebih cantik daripada semua wanita yang hidup pada zamannya. Raja tersebut jatuh cinta terhadap patung wanita itu, bahkan memperlakukannya seperti manusia. Sampai suatu hari ia putus asa karena patung tersebut tidak merespon semua perlakuannya. Ia pun berdoa kepada Aphrodite untuk memberikan wanita yang persis seperti patungnya. Aphrodite mengabulkan doanya dengan cara memberi kehidupan kepada patung tersebut. Raja tersebut bernama Pygmalion.

Oleh karena itu Pygmalion Effect adalah sebuah fenomena di mana seseorang yang diberi harapan yang tinggi, biasanya anak – anak, murid atau karyawan, maka semakin baik performa mereka. Menurut Rosenthal, apabila guru memberikan harapan yang tinggi kepada beberapa murid, murid – murid tersebut akan menunjukan performa yang sesuai dengan harapan atau ekspetasi mereka.

Rosenthal mengadakan eksperimen di suatu sekolah dasar. Guru diberitahukan siapa saja anak - anak istimewa yang oleh karena itu membutuhkan dorongan lebih. Mereka pun dibimbing secara khusus, dan diberi perhatian yang lebih daripada murid lain. Pada akhirnya, anak – anak istimewa tersebut diberikan tes, hasilnya jauh lebih baik. Bahkan IQ mereka pun naik secara signifikan. Ternyata anak – anak istimewa tersebut hanyalah anak – anak yang secara acak dipilih oleh Rosenthal. Kemampuan mereka sebenarnya sama saja dengan anak – anak yang lain.

Saya sendiri pernah mengalami Pygmalion Effect. Saat saya bersekolah di SD Hang Tuah, guru – guru menganggap saya anak yang pintar dan berkemampuan lebih. Hampir selalu saya mendapat peringkat satu. Karena ingin mempersiapkan diri untuk SMP katolik, saya pindah ke SD katolik. Guru – guru di sana menganggap kemampuan saya sama saja dengan anak yang lain. Pada awalnya saya tidak masuk dalam kategori anak pintar. Prestasi saya pun menurun, dari peringkat satu menjadi peringkat 4. Sejak saat itu saya tidak pernah lagi mendapat peringkat 1 sampai dengan SMP.

Begitu banyak lagi contoh – contoh mengenai Pygmalion Effect. Setiap manusia pasti pernah mengalaminya. Pygmalion Effect tidak selalu berhubungan dengan masalah prestasi. Dalam hal yang sederhana saja, misalnya orang – orang yang kita anggap buruk seringkali juga menganggap bahkan memperlakukan kita buruk. Tanpa sadar, kita sering menilai orang secara prematur. Memang semua orang mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing – masing. Tapi kenapa kita tidak mencoba mengoptimalkan yang baik dan mengurangi yang buruk? Intinya adalah berpikir positif dan mau berusaha optimal.

Sumber :

- Pygmalion (http://www.mythencyclopedia.com/Pr-Sa/Pygmalion.html, diakses 28 September 2010)

- Pygmalion Effect (http://en.wikipedia.org/wiki/Pygmalion_effect, diakses 28 September 2010)

- Bellah, Mike. The Expectation Effect (http://www.bestyears.com/expectations.html, diakses 28 September 2010)

Blackberry

“Eh, minta pin BBM lu donk”

“Gua ga punya BB”

“Udah beli aja, biar lebih gampang chatting

“Gua ga tertarik untuk punya BB”

“Yaelah, gw dulu juga gitu, liat aja bentar lagi lu pasti beli BB”

Percakapan di atas sudah saya alami berulang kali. Tepatnya dimulai sejak pertengahan tahun 2009. Sejak saat itu pemakaian Blackberry (BB) menjamur. Apabila di tanya alasan untuk memiliki BB, sebagian besar menjawab agar komunikasi menjadi lebih lancar melalui Blackberry Messenger (BBM). Oleh karena itu, banyak masyarakat Indonesia menjadi pengguna BB. Saya sendiri termasuk dari segelintir orang yang belum ingin mempunyai BB.

Selain pengertian yang telah saya dapat sehari – hari mengenai BB, saya mencari tahu apa itu BB di internet. Saya mengetik kata Blackberry di situs pencarian Google, terdapat 181.000.000 hasil, saya membuka salah satu link hasil pencarian teratas. Ternyata BB sudah ditemukan oleh perusahaan Kanada sejak tahun 1996. Tapi mengapa di Indonesia penggunaan BB baru booming sekitar 13 tahun kemudian? Menurut saya, BB menjadi trend di Indonesia setelah ramainya penggunaan Facebook setahun sebelumnya. Dengan menggunakan BB kita menjadi lebih mudah dalam mengakses situs Facebook, karena sudah ada aplikasinya. Kita juga lebih mudah di dalam mengirimkan foto melalui layanan mobile uploads. Ditambah lagi ada layanan BBM, lengkaplah sudah.

Namun selain keuntungan di atas, menurut saya BB juga membawa pengaruh yang kurang baik. Pertama, kebanyakan orang yang menggunakan BB menjadi sulit dihubungi oleh yang tidak menggunakan BB (seperti saya). Kedua, apabila orang sudah menjadi autis BB, konsentrasinya terhadap kejadian di sekitarnya(secara harafiah) menjadi berkurang, saya pernah mendengar pernyataan “Blackberry membuat yang dekat menjadi jauh, yang jauh menjadi dekat”. Ketiga, untuk membeli BB bukanlah hal yang murah, belum lagi harus membayar biaya berlangganan setiap bulan/hari, hal ini menyebabkan bertambahnya beban pengeluaran. Keempat, apabila digunakan secara berlebihan, tidak baik bagi kesehatan pengguna BB.

Selain pengaruh buruk, segala kemudahan yang ditawarkan itulah yang menyebabkan pengguna BB meningkat drastis di Indonesia. Apalagi di Indonesia trend sangat cepat menjalar. Saat saya berkunjung ke beberapa negara lain, tidak ada negara yang terlihat betul – betul keranjingan dengan BB, kebanyakan dari mereka yang menggunakan BB adalah kaum eksekutif yang harus selalu update demi kelancaran bisnisnya. Jadi, Apakah kita sebagai mahasiswa benar – benar memerlukan BB? Apabila BB memang penting, mungkin saya akan mulai menyisihkan uang untuk membelinya.

Sumber :

- Blackberry (http://en.wikipedia.org/wiki/BlackBerry, diakses 29 September 2010)

- Fenomena Blackberry (http://www.mediaindonesia.com/data/pdf/pagi/2008-12/2008-12-13_14.pdf, diakses 29 September 2010)

Pertanyaan Untuk Paman Sam

Pada liburan kemarin, saya pergi mengunjungi kakak saya di Omaha, Amerika Serikat. Omaha terletak di negara bagian Nebraska, dimana mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani jagung. Perlu diketahui saat itu Omaha sedang berduka karena ada warga corn huskers gugur dalam tugasnya di Irak. Bendera setengah tiang dikibarkan, bahkan ada aksi membunyikan klakson apabila kita cinta damai dan menolak perang.

Suatu hari saya pergi berbelanja bersama ayah saya di Walmart. Walmart adalah tempat berbelanja ‘rakyat kebanyakan’ di Amerika Serikat. Setelah selesai berbelanja kami melihat foto – foto warga Omaha yang gugur saat perang. Wall of Heroes tersebut berisi orang – orang yang sgugur saat bertugas, dari perang di Korea sampai perang di Irak. Saat kami sedang mengamati secara seksama, dan merasa tersentuh atas penghargaan masyarakat corn huskers terhadap pahlawannya, tiba – tiba datang seorang laki – laki paruh baya. Ia merupakan seorang warga berkulit hitam. Kami hanya tersenyum saat ia datang menghampiri kami dan bersama – sama melihat Wall of Heroes tersebut. Ia juga ikut tersenyum, tetapi kemudian ekspresi wajahnya menjadi sedih. Kami menganggap mungkin ia adalah bagian dari warga Omaha yang ikut bersimpati terhadap para pahlawannya tersebut.

Tiba – tiba ia memulai percakapan, “Are these guys died during their military service?” kami menjawab “Yes they did”. Pembicaraan terhenti sejenak lalu ia membalas “You know, my nephew died last year during his service in Iraq, but they didn’t put his picture right here”. Kami menjawab “We’re sorry to hear that”, namun pria tersebut hanya berkata “Interesting” dengan nada yang sinis lalu pergi meninggalkan kami. Hanya dengan sepotong dialog tersebut, langsung menimbulkan banyak pertanyaan dalam benak saya saat itu. Saya tidak menyangka di Amerika Serikat hal seperti ini masih terjadi.

Free country”, itulah frasa yang sering kali dilontarkan apabila kita berbicara mengenai Amerika Serikat. Semua hak dan kewajiban dijunjung tinggi di negara ini. Namun mengapa penghargaan yang diberikan kepada mereka yang gugur di medan perang tidak semuanya sama? Saya berpikir, mungkin apabila saya menanyakan hal tersebut kepada Paman Sam, ia akan menjawab “This is free country, we can do whatever we want”.

Sumber :

- Omaha Soldier Killed in Afghanistan (http://www.kptm.com/Global/story.asp?S=12771152, diakses 26 September 2010)