Saat saya sedang melintas (menggunakan mobil) di depan Universitas Tama Jagakarsa, ada seorang ibu duduk di dekat lintasan kereta api. Kakak saya yang memiliki compassion yang tinggi, merasa iba melihat ibu tersebut yang terlihat merintih kesakitan dan tidak mampu berjalan. Karena itulah kakak saya memberikan Ibu tersebut sepuluh ribu rupiah. Setelah itu ibu tersebut langsung terlihat segar dan dapat berjalan dengan normal. Kami tidak tahu harus berkata apa-apa melainkan berusaha ikhlas, dan merasa terhibur dengan akting ibu tersebut yang tidak kalah dengan artis Hollywood.
Kejadian seperti itu tidak hanya sekali saya alami. Suatu hari saya dan ayah saya sedang makan siang di stasiun gambir. Saat itu ada seorang anak kecil duduk tak berdaya di depan restaurant. Satu kakinya hilang, ia terus menerus memohon belas kasih dari kami. Karena merasa kasihan, saya meminta uang lima ribu pada ayah saya dan memberikannnya kepada anak tersebut. Kejadian yang satu ini berakhir dengan cara yang lebih konyol. Setelah diberi uang, tiba-tiba anak tersebut berdiri dengan satu kaki sambil cekikikan, melepas celananya, dan meluruskan kaki satunya yang ternyata tidak hilang (melainkan dilipat di dalam celana) dan berlari ke arah teman-temannya. Ayah saya berkata (dalam bahasa manado), “Tadi kita so tau kalo broer kacili itu nyanda batul, makanya nyanda kita kaseh doi” Benar juga kata ayah saya. Saya merasa malu bisa tertipu oleh anak kecil (yang kemungkinan besar tidak bersekolah) itu.
Masih ada pengalaman-pengalaman “akting” lainnya yang membuat saya kagum dan tidak dapat diceritakan semuanya disini. Setelah saya amati, menjadi pengemis sudah merupakan pilihan profesi bagi kaum proletar. Memang menjadi pengemis terlihat sebagai pekerjaan yang mudah. Tetapi menurut saya, menjadi pengemis juga membutuhkan skill. Contoh kasus di atas merupakan bukti “kreativitas” pengemis. Mereka berusaha agar terlihat lebih memprihatinkan atau melas sehingga memperoleh keuntungan yang lebih banyak dari belas kasihan orang-orang seperti saya dan kakak saya.
Sebenarnya memberikan sedekah itu benar atau salah? Menurut saya jawaban dari pertanyaan itu (seperti kata Mas Dewa) terletak di wilayah abu-abu. Kalau kita memberi, kesannya kita membuat pengemis tersebut menjadi pemalas dan tidak berkembang menjadi seseorang yang lebih berguna. Kalau kita tidak memberi kemungkinan akan memicu berkembangnya skill mengemis sehingga mereka berusaha mencari cara agar terlihat lebih melas, atau bahkan menyebabkan mereka beralih profesi menjadi seorang kriminal. Oleh karena itu, memberi atau tidak memberi kembali kepada kita masing-masing. Toh tidak ada ruginya memberikan sepersekian dari apa yang kita miliki. Sebagai orang-orang yang terdidik, kita semestinya dapat lebih cermat membedakan mana yang benar-benar membutuhkan dan yang hanya berpura-pura membutuhkan.
No comments:
Post a Comment